#YNWA LIVERPOOL
Sebuah lagu yang terkenal ditulis oleh para pendukung untuk menandai peristiwa hebat tersebut ...
While on the bus to Villa Park haroo, haroo,
I heard my mate make this remark haroo, haroo,
We made poor Chelsea weep and ill
It's Liverpool 2 and Chelsea 0 and we'll all get blind drunk when Liverpool win the cup
So here's to Lawrence, Byrne, St John, haroo haroo,
Milne and Yeats and Stevenson haroo, haroo
Hunt and Thompson what a man,
Lawler, Smith and Callaghan, and we'll all get blind drunk when Liverpool win the cup
For the Liverpool lads raise your glass haroo, haroo
To Stevenson who made the pass - haroo, haroo
Thompson had them in a trance, Bonetti never stood a chance,
And we'll all get blind drunk when Liverpool win the cup.
It's Wembley on the first of May - haroo, haroo,
It's Leeds United labour day - haroo, haroo,
We'll be there to cheer Bill Shankly's side,
And bring the cup to Merseyside,
And we'll all get blind drunk when Liverpool win the cup.
And if it's a draw you'll hear us moan,
Let's use the coin that beat Cologne,
And we'll all get blind drunk when Liverpool win the cup!
Cihan
Sabtu, 28 Maret 2015
Senin, 23 Februari 2015
Hukum islam tentang wakaf
Ketentuan-Ketentuan Wakaf
1. Pengertian dan Hukum Wakaf
Ditinjau dari segi bahasa wakaf
berarti menahan.Sedangkan menurut istilah syara’, ialah menahan sesuatu benda
yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam.Menahan suatu benda yang kekal
zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan,
tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab
syafi’i dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan
di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai
taqarrub kepada Allah ta’alaa
Pengertian wakaf menurut mazhab
hanafi adalah menahan harta-benda sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa,
maka seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta
tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada
manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun
diwariskan.
Pengertian wakaf menurut imam
Abu Hanafi adalah menahan
harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya
atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang yang
dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu
Hanifah ini,
maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia
masih hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal
baik untuk dijual ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang
dikeluarkan oleh Abu
Yusuf dan
Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri
Pengertian wakaf menurut mazhab
maliki adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta
pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun
sesaat
Pengertian wakaf menurut
peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik
dan melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan
umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dari definisi tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam
pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap
utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang
tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, mislanya tanah,
bangunan dan sejenisnya.Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid,
mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan amal
jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma
(sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang
berwakaf.Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda
yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat.Hukum wakaf adalah sunah.
Ditegaskan dalam hadits:
اِذَامَاتَابْنَادَمَاِنْقَطَعَعَمَلُهُاِلاَّمِنْثَلاَثٍ : صَدَقَةٍجَارِيَةٍاَوْعِلْمٍيَنْتَفَعُبِهِاَوْوَلَدِصَالِحٍيَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam
meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu
sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh
yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau
diwariskan.Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan.
Hadits Nabi yang artinya: “SesungguhnyaUmar telah mendapatkan
sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada RasulullahSAW; Wahai Rasulullah apakah
perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika
engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk
beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual
tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)
2. Syarat dan Rukun Wakaf
a. Syarat Wakaf
Syarat-syarat harta yang diwakafkan sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu
(disebut takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan
pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila
dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”. Hal ini disebut tanjiz
3) Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi
wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf) itu
b. Rukun Wakaf
1) Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun non Islam
2) sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;
a. barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya,
berfaedah saat diberikan maupun dikemudian hari
b. milki sendiri walaupun hanya
sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat
dipindahkan dengan bagian yang lain
3) Tempat berwakaf (yang
berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam
kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya: “Saya
wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya”
tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)
3. Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong
pemberian sunah, namun tidak bisa dikatakan sebagai sedekah biasa.Sebab harta
yang diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara
terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak
milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang
tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, misalnya:
a. sebidang tanah
b. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
b. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
Dalam Islam, pemberian semacam
ini termasuk sedekah jariyah atau amal jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya
akan terus menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan setelah
meninggal sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat. Hadits
nabi SAW:
اِذَامَاتَابْنَادَمَاِنْقَطَعَعَمَلُهُاِلاَّمِنْثَلاَثٍ : صَدَقَةٍجَارِيَةٍاَوْعِلْمٍيَنْتَفَعُبِهِاَوْوَلَدِصَالِحٍيَدْعُوْلَهُ (رواهمسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam
meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu
sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh
yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Berkembangnya agama Islam
seperti yang kita lihatsekarang ini diantaranya adalah karena hasil wakaf dari
kaum muslimin.Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok
pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas tanah
wakaf.Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim,
madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai
dari hasil tanah wakaf.
Karena itulah, maka Islam
sangat menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau mewariskan sebagian
harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini dilakukan atas persetujuan
bersama serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan dana yang lebih
bermanfaat bagi perkembangan umat.
4. Pelaksanaan Wakaf di Indonesia
a. Landasan
1. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik
2. Peraturan Menteri dalam
Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan
Tanah Milik
3. Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan
Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik
4. Peraturan Direktur Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman
Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik
b. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1. Calon wakif dari pihak yang
hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang dihadapan Pejabat Pembantu Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2. Untuk mewakafkan tanah
miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada
nadir yang telah disyahkan dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf.
Pengikraran tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk
tertulis atau surat
3. Calon wakif yang tidak dapat
datang di hadapan PPAIW membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan
Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya yang mewilayahi tanah
wakaf. Ikrar ini dibacakan kepada nadir dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah
wakaf serta diketahui saksi
4. Tanah yang diwakafkan baik
sebagian atau seluruhnya harus merupakan tanah milik. Tanah yang diwakafkan
harus bebas dari bahan ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa
5. Saksi ikrar wakaf
sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, dan sehat akalnya. Segera
setelah ikrar wakaf, PPAIW membuat Ata Ikrar Wakaf Tanah
c. Surat yang Harus Dibawa dan Diserahkan oleh Wakif kepada
PPAIW sebelum Pelaksananaan Ikrar Wakaf
Calon wakif harus membawa serta dan menyerahkan kepada PPAIW
surat-surat berikut.
1. sertifikat hak milik atau sertifikat sementara pemilikan tanah
(model E)
2. Surat Keterangan Kepala Desa
yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah
dan tidak tersangkut suatu perkara dan dapat diwakafkan
3. Izin dari Bupati atau Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria
Setempat
d. Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau bandan hukum Indonesia yang diserahi
tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf
1. Hak Nadir
1. Nadir berhak menerima
penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya ditentukan oleh Kepala Kantor
Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya. Dengan ketentuan tidak melebihi dari
10 % ari hasil bersih tanah wakaf
2. Nadir dalam menunaikan tugasnya
dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Kepala
Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya.
2. Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf
dan hasilnya, antara lain:
1.
menyimpan
dengan baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
2.
memelihara
dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha meningkatkan hasilnya
3.
menggunakan
hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
5. Mengganti Barang Wakaf
Prinsip-prinsip wakaf diatas
adalah pemilikan terhadap manfaat suatu barang.Barang asalnya tetap, tidak
boleh diberikan, dijual atau dibagikan.Barang yang diwakafkan tidak boleh
diganti atau dijual. Persoalannya akan jadi lain jika barang wakaf itu sudah
tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual
setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil jualnya dibelikan gantinya.
Dalam keadaan demikian , mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab dengan cara
demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan
wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan
tadi.
Sayyidina Umar r.a. pernah
memindahkan masjid wakah di Kuffah ke tempat lain menjadi masjid yang baru dan
lokasi bekas masjid yang lama dijadikan pasar. Masjid yang baru tetap dapat
dimanfaatkan.Juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah
kemaslahatan.Maka mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap
dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.
6. Pengaturan Wakaf
Tujuan wakaf dapat tercapai
dengan baik, apabila faktor-faktor pendukungnya ada dan berjalan.Misalnya nadir
atau pemelihara barang wakaf.Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya
tidak mengalami kesulitan.Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan
program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah
barang tentu berbeda-beda antara masing-masing orang yang mewakafkannya
meskipun tujuan utamanya sama, yaitu demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf
secara tertulis diatas materai atau denagn akta notaris adalah cara yang
terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan penyimpangan dan
penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan diselesaikan.
Apalagi jika wakaf itu diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah
bonafide dan profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.
A. Hikmah Wakaf
Hikmah wakaf adalah sebagai berikut:
1.
Melaksanakan
perintah Allah SWT untuk selalu berbuat baik. Firman Allah SWT:
يَـٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَءَامَنُواْٱرۡڪَعُواْوَٱسۡجُدُواْوَٱعۡبُدُواْرَبَّكُمۡوَٱفۡعَلُواْٱلۡخَيۡرَلَعَلَّڪُمۡتُفۡلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al Hajj : 77)
1.
Memanfaatkan
harta atau barang tempo yang tidak terbatas
Kepentingan diri sendiri
sebagai pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai
upaya dan tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini, rasulullad SAW
bersabda dalam salah satu haditsnya:
مَنْلاَيَهْتَمَّبِاَمْرِالْمُسْلِمِيْنَفَلَيْسَمْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiap yang
tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari
golonganku.” (Al Hadits)
1.
Mengutamakan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi
Wakaf biasanya diberikan kepada
badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan.Hal ini sesuai
dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِالْعَامِّمُقَدَّمُعَلىمَصَالِحِالْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada
kemaslahatan yang khusus.”
Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat
adalah:
1. dapat menghilangkan kebodohan.
2. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan.
3. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial.
4. dapat memajukan atau menyejahterakan umat.
1. dapat menghilangkan kebodohan.
2. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan.
3. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial.
4. dapat memajukan atau menyejahterakan umat.
Catatan:
Dasar Hukum Wakaf
|
Badan “Wakaf
Indonesia”
|
Menurut
Al-Quran
Secara
umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara
jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah,
maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini
didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut
antara lain:
“Hai orang-orang
yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu
yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267)
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92)
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa
yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(Q.S. al-Baqarah (2): 261)
Ayat-ayat
tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menginfakkan harta yang
diperoleh untuk mendapatkan pahala dan kebaikan. Di samping itu, ayat 261
surat al-Baqarah telah menyebutkan pahala yang berlipat ganda yang akan
diperoleh orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Menurut Hadis
Di antara hadis
yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang
kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah
ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan
untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang
hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu
dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah
memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya
peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan
kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan
sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya,
ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan
kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang
yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia
boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti
memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber
pendapatan.”
Hadis
lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim
dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang
manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari
tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil
manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”
Selain dasar
dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf
sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang
dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah
menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat
Nabi dan kaum Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang.
Dalam konteks
negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat Muslim
Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah
menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di
Indonesia, yaitu Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk
melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan
Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41
tahun 2004.
|
Langganan:
Postingan (Atom)